TUGAS MATA KULIAH
ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
(SEMESTER II ILMU EKONOMI, APRIL 2014)
Dosen: Dr. MIAR P. BAKAR, S.E., M.Si
1. Pengertian Fiskal dan Kebijakan Fiskal
Fiskal (Latin: Fiscus)
berasal dari nama pribadi dari pemegang keuangan pertama pada zaman Kekaisaran
Romawi, secara harfiah dapat diartikan sebagai "keranjang" atau
"tas". Dalam bahasa Inggris, disebut fisc yang berarti perbendaharaan negara atau kerajaan. fiskal
digunakan untuk menjelaskan bentuk pendapatan negara atau kerajaan yang
dikumpulkan berasal dari masyarakat dan oleh pemerintahan negara atau kerajaan
dianggap sebagai pendapatan lalu digunakan sebagai pengeluaran dengan
program-program untuk menghasilkan pencapaian terhadap pendapatan nasional,
produksi dan perekonomian serta digunakan pula sebagai perangkat keseimbangan
dalam perekonomian. Dua unsur unsur utama dari fiskal adalah perpajakan dan
pengeluaran publik (http://id.wikipedia.org/wiki/Fiskal,
dicuplik 06 April 2014).
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam bidang anggaran dan
belanja negara yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian.
Kebijakan
fiskal bukan
semata-mata kebijakan dibidang perpajakan, akan tetapi menyangkut bagaimana
mengelola pemasukan dan pengeluaran negara untuk mempengaruhi perekonomian.
Jenis-jenis kebijakan fiskal
adalah kebijakan fiskal
deskresioner (menyangkut kebijakan anggaran belanja –surplus atau defisit) dan
kebijakan fiskal penstabil otomatik (berupa pajak, asuransi pengangguran dan kebijakan
harga minimum).
2. Latar Belakang Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam
perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN
berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum. APBN disusun berdasarkan siklus anggaran (budget cycle).
Siklus dan mekanisme APBN meliputi:
a. Tahap penyusunan
RAPBN oleh pemerintah
b. Tahap pembahasan
dan penetapan RAPBN menjadi APBN dengan Dewan Perwakilan Rakyat
c. Tahap
pelaksanaan APBN
e. Tahap
pengawasan pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang, antara lain Badan
Pemeriksa Keuangan
f. Tahap pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN
Secara ringkas, kebijakan fiskal terjadi karena hal-hal
sebagai berikut:
a. Semakin diperlukannya peran pemerintah dalam
perekonomian
b. Kegagalan kebijakan moneter menangani ketidakstabilan
ekonomi terutama yang berhubungan dengan ketenaga-kerjaan (pengangguran terbuka
semakin meningkat)
c. Pembagian dan distribusi pendapatan sebagian besar
terkonsentrasi pada kelompok tertentu tertentu yang mendominasi perekonomian
3. Perkembangan Kebijakan Fiskal
Perkembangan kebijakan fiskal Indonesia telah
mengalami beberapa dinamika. Sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I-V
pada tahun 1969-1994, APBN Indonesia selalu didasarkan pada prinsip anggaran
berimbang dinamis. Anggaran berimbang dimaksudkan untuk untuk menyesuaikan
besarnya anggaran pada tahun tertentu harus disesuaikan dengan pendapatan pada
tahun tersebut. Anggaran dinamis dimaksudkan jika penerimaan negara lebih
rendah dari yang direncanakan, pemerintah mempunyai fleksibilitas untuk
menyesuaikan pengeluaran sehingga dapat terjaga keseimbangannya.
Tahun 2000 merupakan era baru bagi perkembangan
fiskal Indonesia dengan
beberapa perubahan, yaitu:
a. Tahun
anggaran berubah dari tahun fiskal (jangka waktu APBN 01 April hingga 31 Maret
pada tahun berikutnya) menjadi tahun kalender (Januari sampai dengan Desember tahun
yang sama). Pada masa transisi di tahun 2000, pelaksanaan APBN hanya
berlangsung selama 9 (sembilan) bulan yakni 01 April 2000 sampai dengan 31
Desember 2000. Sesudah
itu, jangka waktu APBN menjadi 1 (satu) tahun anggaran, yakni 01 Januari dan
berakhir pada 31 Desember pada tahun yang sama.
b. Cara
penyajian APBN mengikuti standar internasional, yaitu dengan menggunakan konsep
Government Finance Statistics (GFS) atau Statistik Keuangan Pemerintah
(SKP). Statistik keuangan pemerintah memiliki arti yang sangat penting,
khususnya dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai kebijakan di
bidang fiskal. Statistik keuangan pemerintah disusun berdasarkan angka-angka
yang dituangkan dalam APBN.
Penyusunan
statistik keuangan pemerintah harus dapat memberikan informasi mengenai
kegiatan pemerintah dan kebutuhan dananya serta gambaran dari pengaruh
transaksi pemerintah tersebut terhadap pendapatan nasional, keadaan moneter,
dan neraca pembayaran. Dengan adanya perubahan sistem penganggaran membawa
akibat perlu dilakukan pengembangan statistik keuangan pemerintah.
c. APBN
disusun berdasarkan amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004
serta diliputi semangat otonomi daerah.
d. Otonomi
daerah membawa pengaruh yang besar pada arah kebijakan fiskal Indonesia. Pada
tahun sebelumnya belanja negara terdiri dari belanja rutin dan belanja
pembangunan (yang terdiri dari pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek). Setelah
adanya otonomi daerah, belanja pemerintah terdiri dari belanja pemerintah pusat
dan belanja untuk daerah.
Belanja
pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan (pembiayaan
pembangunan dan pembiayaan proyek). Belanja untuk daerah terdiri dari dana perimbangan
serta dana otonomi khusus dan penyeimbang.
Pada tahun 2003, berlaku Undang-Undang Nomor 17
mengenai Keuangan Negara di Indonesia. UU ini menjadi dasar penyusunan APBN
tahun 2005 dan tahun-tahun selanjutnya. UU ini menetapkan beberapa ketentuan dalam
penyusunan APBN. Beberapa ketentuannya antara lain:
a. Meniadakan
pengelompokan anggaran rutin dan anggaran pembangunan
b. Penyesuaian
penyusunan APBN pada masa peralihan kekuasaan pada tahun 2004 yang telah lalu.
Ada beberapa kekhususan APBN tahun 2005. Kekhususan tersebut bertujuan untuk
dapat tetap menjamin kesinambungan fiskal dan memberikan ruang bagi pemerintah
dan DPR hasil Pemilu 2004 untuk melakukan perubahan-perubahan yang sesuai
dengan prioritas kebijakan fiskal
Sebelum tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran
berimbang dinamis, dimana jumlah penerimaan negara selalu sama dengan
pengeluaran negara, dan jumlahnya diupayakan meningkat dari tahun ke tahun.
Sejak tahun 2001 hingga sekarang, prinsip anggaran yang digunakan adalah
anggaran surplus/defisit. Sejalan dengan itu, format dan struktur APBN berubah
dari T-Account menjadi I-Account.
Format dan struktur I-Account yang
berlaku saat ini terdiri atas pendapatan negara dan hibah, belanja negara, dan pembiayaan.
Secara garis besar terdiri 3 (tiga) pos utama pada sisi pengeluaran anggaran,
yakni belanja barang
dan jasa (G), gaji
pegawai (W), dan transfer payment/subsisi
(Tr);
sedangkan pada sisi
pendapatan terdiri 4 (empat) pos yang penting, yaitu penerimaan pajak (Tx), kredit likuiditas bank sentral (U),
pinjaman/obligasi dalam
negeri (B), dan pinjaman/hutang
luar negeri (F). Masing-masing pos mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap perekonomian.
4. Fungsi, Tujuan, dan Macam Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal berfungsi untuk menutupi kekurangan kebijakan moneter dan
bekerja sebagai kombinasi untuk menyelesaikan masalah deflasi-inflasi. Fungsi
kebijakan fiskal adalah fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi adalah untuk
mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Fungsi distribusi
adalah fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian pendapatan nasional dapat
merata untuk semua kalangan. Fungsi stabilisasi adalah untuk terpeliharanya
keseimbangan ekonomi terutama berupa kesempatan kerja yang tinggi,tingkat harga
barang pokok relatif stabil, dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mencegah pengangguran, melakukan stabilitas harga, mendorong investasi sosial secara optimal, meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah
ketidakstabilan internasional, serta meningkatkan dan
meredistribusikan pendapatan nasional.
Sedangkan pada penerapan kebijakan fiskal dapat dibagi
menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
a. Pembiayaan
Fungsional
Beberapa hal yang penting dari macam kebijakan ini diantaranya adalah:
1) Pajak dipakai untuk mengatur
pengeluaran swasta bukan untuk penerimaan pemerintah. Jadi, apabila dalam
perekonomian masih ada pengangguran, maka pajak tidak diperlukan.
2) Apabila terjadi
inflasi yang berlebihan, maka pemerintah melakukan pinjaman luar negeri untuk
mendanai penarikan dana yang tersedia dalam masyarakat.
3) Apabila pajak
dan pinjaman dirasa tidak tepat maka pemerintah melakukan pinjaman dalam negeri
dalam bentuk pencetakan uang.
b. Pengelolaan
Anggaran
Menurut kebijakan ini yang terpenting adalah:
1) Terdapat
hubungan langsung antara belanja pemerintah dengan penerimaan pajak dengan
penyesuaian anggaran untuk memperkecil ketidakstabilan ekonomi.
2) Dalam masa
depresi dimana banyak pengangguran maka belanja pemerintah adalah merupakan
satu-satunya jalan terbaik untuk mengatasinya.
c. Stabilitas
Anggaran Otomatis
Kebijakan ini menerapkan:
1) Dalam periode
kesempatan kerja penuh pajak akan diusahakan surplus.
2) Apabila dalam
perkonomian terjadi kemunduran ekonomi maka program pajak tidak diubah, akan
tetapi konsekuensinya penerimaan pajak menurun, dan pengeluaran pemerintah
semakin besar.
d. Anggaran Belanja
Seimbang
Dalam kebijakan pemerintahan menerapkan:
1) Anggaran belanja
defisit pada masa krisis ekonomi
2) Anggaran surplus
pada masa inflasi
5. Prinsip-Prinsip Penganggaran
yang Baik
Untuk bisa menjamin terpenuhinya fungsi‐fungsi anggaran
dan reformasi di bidang anggaran berjalan sesuai dengan harapan banyak pihak
(pemangku kepentingan) maka, APBN/D perlu disusun berdasarkan prinsip‐prinsip
penganggaran yang baik, yaitu transparansi dan akuntabilitas, disiplin, keadilan,
efisiensi dan efektivitas, serta berbasis pendekatan kinerja.
Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara adalah good governance
(tata kelola pemerintahan yang baik), yakni pengelolaan keuangan negara
diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai
dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang‐Undang Dasar
(UUD).
Asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara
seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas. Asas‐asas baru
sebagai pencerminan best practices
(penerapan kaidah‐kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara antara
lain akuntabilitas berorientasi pada hasil; profesionalitas, proporsionalitas,
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, serta pemeriksaan keuangan oleh
badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
6. Kebijakan Fiskal Diskresi dan Non-Diskresi
Kebijakan fiskal diskresi adalah tindakan strategis di bidang
fiskal yang mandatoris sudah melekat dan yang bersifat aktif menjadi wewenang
serta tanggung jawab dari pejabat pembuat kebijakan sebagaimana yang sudah
diatur oleh UU. Ketika tindakan strategis yang akan diambil belum diatur/tidak
menjadi kewenangannya, maka presiden bisa membuat peraturan pemerintah pengganti
undang‐undang untuk
itu. Perubahan kebijakan fiskal yang diajukan oleh presiden (diusulkan oleh
ekonom penasehat presiden) dimana tindakan-tindakan yang harus diambil misalnya
dalam perubahan tingkat pajak, dan dalam program pemberian subsidi, memerlukan
persetujuan dari DPR dan jika akhirnya DPR bisa menyetuji, maka perubahan ini
merupakan diskresi dari pejabat atau institusi terkait.
Kebijakan fiskal non-diskresi Non-Discretionary Fiskal Policy/Non-Mandatory
adalah tindakan-tindakan atau mekanisme‐mekanisme di bidang fiskal yang
bersifat non‐mandatori, bersifat built
in flexible atau pasif. Tindakan‐tidakan atau mekanisme-mekanisme yang
muncul tidak lebih dulu harus dimintakan persetujuan kepada DPR, misalnya dalam penerapan sistem perpajakan
seperti pajak progresif (progressive tax),
pajak proporsional (proportional tax),
dan pajak regresif (regressive tax).
7. Penyeimbang Otomatis (Built in Stability) dan Mengevaluasi Kebijakan Fiskal
Penyeimbang otomatis adalah sebuah mekanisme yang dapat menaikkan atau
menurunkan penerimaan pajak (T) maupun belanja pemerintah (G) secara otomatis tanpa
secara khusus menetapkan kebijakan untuk menaikkan atau menurunkan T dan G.
Jadi, penyeimbang otomatis adalah mekanisme yang dapat menaikkan defisit
anggaran belanja pemerintah (menurunkan surplus anggaran pemerintah) selama kurun
waktu resesi dan menaikkan surplus anggaran pemerintah (atau menurunkan defisit
anggaran pemerintah) selama periode ekspansi tanpa memerlukan tindakan yang
nyata/spesifik dari pembuat kebijakan.
Untuk mengevaluasi
status sebuah deskresi kebijakan fiskal perlu melakukan penyesuaian terhadap
surplus atau defisit untuk mengeliminasi perubahan secara otomatis penerimaan
pajak serta membandingkan besarnya suplus atau defisit anggaran yang sudah
disesuaikan terhadap potensi tingkat produk domestik bruto (PDB).
Standardized budget mengukur
berapa besar defisit atau surplus APBN yang akan terjadi pada tingkat pengenaan
pajak (tax rates) dan tingkat belanja
pemerintah yang berlaku saat ini jika tingkat PDB berada pada kondisi full employment, atau PDB pada tingkat
potensinya. Intinya sebenarnya adalah ingin membandingkan antara (G), belanja
pemeritah yang terjadi (actual)
dengan (Tx), penerimaan pajak yang akan terjadi jika perekonomian mencapai tingkat
full employment.
8. Utang
Negara
Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal (APBN)
yang menjadi bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan. Utang
adalah konsekuensi dari pilihan mengenai postur APBN (yang mengalami defisit),
dimana pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara. Pembiayaan APBN melalui
utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang lazim dilakukan
oleh suatu negara.
Utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup
defisit APBN dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (debt refinancing). Refinancing dilakukan dengan biaya dan risiko (terms conditions) utang baru yang lebih baik. (“gali lubang –tutup
lubang”).
Sumber dan jenis instrumen utang berupa pinjaman dari sumber luar negeri
(pinjaman program dan pinjaman proyek) dan pinjaman dalam negeri (SBN= Surat
Berharga Negara, SUN= Surat Utang Negara, ORI= Obligasi Republik Indonesia,
SBSN= Surat Berharga Syariah Negara).
Utang bukanlah
sesuatu yang buruk, ketika utang bisa dikelola dengan baik dan produktif,
bahkan oleh penganut neo klasik diakui utang (luar negeri atau eksternal)
memiliki aspek positip karena bisa menutup celah antara tabungan dengan
kebutuhan investasi (saving‐investment gap), menutup celah kekurangan devisa untuk
bisa membiayai pembangunan (exchange rate
gap), dan menutup celah antara pendapatan negara dengan belanja negara (income‐revenue gap). Oleh karena itu, utang harus
dikelola dengan lebih baik bahkan menetapkan strategi pengelolaan utang yang
mampu menjamin keberlangssungan fiskal.
Beberapa
penyebab kenaikan nilai nominal utang adalah:
a. Adanya
defisit APBN setiap tahun
b. Kebutuhan pelunasan
utang jatuh tempo (refinancing)
c. Perubahan nilai
tukar rupiah yang menyebabkan perubahan nilai nominal utang luar negeri dalam
rupiah
d. Pengeluaran pembiayaan
untuk pendanaan risiko fiskal dan partisipasi pemerintah dalam menunjang
program pembangunan infrastruktur
e. Berkurangnya
sumber pembiayaan APBN dari non-utang, misalnya privatisasi Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dan hasil pengelolaan aset.
Pengelolaan utang dalam jangka panjang bertujuan untuk
a. Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui
utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali, sehingga
kesinambungan fiskal dapat terpelihara.
b. Mendukung upaya untuk menciptakan pasar SBN
yang dalam, aktif, dan likuid.
Dalam jangka
pendek, pengelolaan utang bertujuan untuk memastikan tersedianya dana guna
menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok utang secara tepat waktu dan
efisien.
9. Kelebihan
dan Kekurangan Kebijakan Fiskal
Kelebihan
kebijakan fiskal adalah:
a. Lebih mudah
mengontrol pendapatan dan pengeluaran negara
b. Lebih efektif daripada kebijakan
moneter
Kekurangan kebijakan fiskal adalah:
a. Bersifat kaku atau kurang
fleksibel karena melewati birokrasi rumit, yaitu APBN
b. Menimbulkan
pandangan negatif masyarakat terhadap pemerintah mengenai kenaikan jumlah pajak
No comments:
Post a Comment