Sebetulnya perjalanan wisata ke Kota Batu dan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur ini sudah dilakukan pada akhir bulan September 2018, namun saya baru menuangkannya di sini tahun 2019. Maklum, malas menulis melanda, he he he. Lanjut...
Sebelum berwisata, pencarian daerah-daerah wisata di Kota Batu terlebih dahulu kami lakukan dengan searching di internet. Karena tidak terlalu familiar dengan daerah ini, kami putuskan untuk menggunakan jasa tour and travel langsung di Kota Batu menggunakan sistem paket, tiket-tiket masuk ke tempat wisata telah termasuk dalam paket tersebut. Pilihan kami adalah paket tur 2 hari 1 malam (2D1N) dengan tujuan wisata ke Alun-Alun Kota Batu, Gunung Bromo di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Museum Angkut, Batu Night Spectacular (BNS), Batu Flower Garden (BTG), Air Terjun Coban Rondo, Bukit Paralayang dan Taman Langit, Pusat Oleh-Oleh Khas Batu Kota Malang, serta Kampung Warna-Warni Kota Malang. Paket tur yang kami ambil pada bulan September 2018 dari sebuah agen tur dan travel Kota Batu adalah sebesar Rp. 1,08 juta per orang (di luar penginapan karena kami sudah pesan tempat menginap) untuk lima orang dan tambahan sebesar Rp. 250 ribu per orang untuk penggantian jenis mobil jemputan dari Bandara Djuanda, Surabaya dan pengantaran kembali dari tempat penginapan ke bandara.
Namun, karena keterbatasan waktu dan terlalu lama di BTG yang menghabiskan waktu sehari penuh karena kami mengambil hampir semua paket spot foto (sebagian di luar paket tur), maka akhirnya kami tidak jadi ke Kampung Warna-Warni Kota Malang. Kami pun tidak jadi mencoba tandem paralayang (biaya di luar paket wisata) karena hembusan angin pada saat itu cukup kencang dan tim tandem paralayang tidak ingin mengambil risiko sehingga tutup.
Namun, karena keterbatasan waktu dan terlalu lama di BTG yang menghabiskan waktu sehari penuh karena kami mengambil hampir semua paket spot foto (sebagian di luar paket tur), maka akhirnya kami tidak jadi ke Kampung Warna-Warni Kota Malang. Kami pun tidak jadi mencoba tandem paralayang (biaya di luar paket wisata) karena hembusan angin pada saat itu cukup kencang dan tim tandem paralayang tidak ingin mengambil risiko sehingga tutup.
1. Alun-Alun Kota Batu
Gunung Panderman dari kejauhan |
Hari pertama, kami dijemput dari Bandara Djuanda Surabaya. Kami beberapa jam menyelesaikan urusan di Surabaya dan menyempatkan diri makan siang, baru setelah itu kami menuju Kota Batu. Perjalanan ditempuh dalam waktu sekitar 3 (tiga) jam menuju tempat penginapan. Penginapan yang kami pilih berlokasi di Jalan Abdul Gani Atas, Ngaglik, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur. Pemandangannya indah karena dari depan pintu kamar kami bisa menyaksikan Gunung Panderman.
Setelah beristirahat beberapa jam, malamnya kami menuju Alun-Alun Kota Batu. Kawasan tersebut sudah dipenuhi oleh banyak orang karena berdekatan dengan kawasan pasar (Pasar Laron), banyak pedagang yang menjual berbagai jenis makanan, minuman, hingga aksesoris untuk oleh-oleh bagi yang berkunjung dari luar kota. Di sini kami mencoba makan ketan yang menjadi salah satu makan khas Batu, yakni di Pos Ketan Legenda. Harganya terjangkau, antara Rp. 15 ribu s/d Rp. 25 ribu tergantung variasi. Selain itu, kami juga mencoba jenis makanan lainnya.
Setelah beristirahat beberapa jam, malamnya kami menuju Alun-Alun Kota Batu. Kawasan tersebut sudah dipenuhi oleh banyak orang karena berdekatan dengan kawasan pasar (Pasar Laron), banyak pedagang yang menjual berbagai jenis makanan, minuman, hingga aksesoris untuk oleh-oleh bagi yang berkunjung dari luar kota. Di sini kami mencoba makan ketan yang menjadi salah satu makan khas Batu, yakni di Pos Ketan Legenda. Harganya terjangkau, antara Rp. 15 ribu s/d Rp. 25 ribu tergantung variasi. Selain itu, kami juga mencoba jenis makanan lainnya.
Pasar Laron area Alun-Alun Kota Batu |
Perut kenyang. Saya dan seorang teman mencoba naik kuda yang ada di kawasan Alun-Alun yang dihargai Rp. 10 ribu per sekali putaran. Kudanya dituntun oleh sang pemilik dan kami diajak menyusuri jalan bolak-balik, dekat kok jaraknya dan tidak membuat kuda cepat lelah.
Belum puas dengan itu, sambil menunggu teman-teman yang lain berbelanja, saya dan teman saya masuk ke alun-alun dan ingin mencoba bianglala. Akan tetapi, melihat antrean yang masih panjang, kami tidak jadi dan hanya berkeliling di alun-alun. Selain bianglala, di sini kami melihat bundaran apel yang menjadi ciri khas Kota Malang-Batu, lampu-lampu yang dihias menyerupai pohon, tanaman, dan hewan. Pengunjung yang ingin beristirahat bisa duduk di bangku yang telah disediakan di dalam alun-alun.
Setelah berkeliling di area alun-alun, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat sejenak karena tengah malam akan menuju kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, dan Semeru (TNBTS) untuk menyaksikan terbitnya matahari dan keindahan alam lainnya di kawasan tersebut.
2. Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru (TNBTS)
Sekitar pukul 23.30 WIB, kami bersiap-siap untuk berangkat menuju TNBTS. Berhubung berasal dari daerah panas di Pulau Kalimantan, kami bersiap menggunakan jaket tebal, sepatu dan kaus kaki, masker mulut, serta sarung tangan. Bahkan ada teman yang menambah pelindung berupa topi kupluk yang dibeli setibanya di area penyewaan mobil jeep di kawasan TNBTS.
Rute wisata kami adalah penanjakan Bukit Cinta untuk menyaksikan terbitnya matahari pagi, area berpasir dekat Bukit Kingkong, Bukit Teletubbies, kawah Gunung Bromo, dan hamparan pasir yang dinamakan Pasir Berbisik. Kami masuk melalui Kabupaten Malang.
Pihak tur dan travel mengantar kami ke area penyewaan mobil jeep yang telah dipesan sebelumnya. Berdasarkan info pihak penyewaan jeep, tur Bromo pulang pergi adalah sebesar Rp. 800 ribu. Jarak tempuh dari penginapan ke area penyewaan di kawasan TNBTS adalah sekitar 38 kilometer (km) dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 10 menit. Setelah bertukar kendaraan, kami melanjutkan perjalanan. Saat hendak memasuki gerbang ucapan selamat datang di kawasan TNBTS yang berjarak sekitar 17 km dari area penyewaan mobil jeep, pengendara jeep melaporkan kedatangan kami ke petugas dari Resort Coban Trisula Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berlokasi di kawasan TNBTS.
Kami tiba di area Bukit Cinta sekitar pukul 03.20 WIB. Suasananya masih gelap karena menjelang pagi. Sudah ada beberapa jeep yang membawa wisatawan. Semakin lama, jeep yang datang semakin banyak, dengan satu jeep diisi sekitar 4-5 orang di luar pengemudi jeep. Sembari menunggu pukul 04.15 WIB untuk mendaki tanjakan Bukit Cinta, kami mengisi perut di warung yang tersebar di sekitar area.
Cuacanya sangat dingin dengan suhu 5 derajat celcius berdasarkan informasi dari internet. Meskipun berada di kawasan pegunungan, sinyal telepon dan internet masih bisa dijangkau meskipun kualitasnya terbatas. Makanan dan minuman kami cepat sekali menjadi dingin. Saat cuci muka dan buang air di toilet pun, airnya sangat dingin seperti air es. Harap dimaklumi kami yang berasal dari daerah panas dari pagi sampai pagi ini dengan suhu air normal, he he he...
Pukul 04.15 WIB kami bersama-sama wisatawan lainnya segera berjalan kaki ke penanjakan Bukit Cinta. Jaraknya cukup dekat, tidak terlalu lama untuk didaki, sekitar 4-5 menit. Setibanya di atas, sudah banyak pengunjung lainnya dengan aktivitas masing-masing. Ada yang duduk, foto bersama dan sendiri, berdiri dengan teman-temannya, dan bercanda. Bahkan, beberapa pengunjung yang berasal dari daerah Nusa Tenggara memutar lagu daerah mereka yang berjudul Maumere. Lagu ini biasanya digunakan untuk mengiringi senam Maumere yang sangat populer pada tahun 2018.
Sinar matahari mulai terlihat sekitar pukul 04.40 WIB. Pengunjung mulai berlomba untuk mengabadikannya, demikian juga dengan kami. Menyaksikan matahari terbit dari kawasan TNBTS memang merupakan momen yang menyenangkan. 30 menit kemudian, kami beranjak turun meneruskan perjalanan ke obyek wisata lainnya di kawasan TNBTS.
Matahari terbit dan menampakkan sinarnya yang berwarna lembayung (kuning kemerahan) |
Perjalanan selanjutnya adalah area dekat Bukit Kingkong. Kami berhenti sebentar di sini untuk foto-foto.
Kami kemudian menuju area kawah Gunung Bromo. Jeep berhenti dengan jarak sekitar dua kilometer dari kawah. Untuk mencapai kawah ada dua pilihan, jalan kaki atau menggunakan kuda. Berhubung waktu yang cukup terbatas, saya dan dua orang teman (ada beberapa teman yang tidak ikut naik karena agak lelah) memutuskan untuk naik kuda. Harganya pulang pergi adalah Rp. 150 ribu. Kami dikawal oleh pemilik kuda yang berjalan kaki menuntun kudanya. Daerah Bromo yang terkenal dengan lautan pasirnya membuat pengunjung harus tetap menggunakan masker mulut. Pura Luhur Poten yang merupakan tempat sembahyang penganut agama Hindu dari suku Tengger untuk menyembah Dewa Brahma dapat dilihat di area Gunung Bromo.
Kami ada di area kawah Gunung Bromo hingga pukul 08.00 WIB, kemudian kami melanjutkan perjalanan ke area Pasir Berbisik. Pasir Berbisik seperti lautan pasir berwarna kecoklatan. Foto yang diambil terkesan seperti lukisan. Dikutip dari https://travel.detik.com/domestic-destination/d-3258081/begini-asal-muasal-populernya-nama-pasir-berbisik-di-bromo, nama Pasir Berbisik diilhami dari sebuah film karya sutradara Nan Achnas tahun 2001 yang berjudul Pasir Berbisik. Film tersebut menceritakan seorang perempuan desa bernama Daya yang tinggal di sebuah perkampungan miskin bersama ibunya yang sudah lama ditinggal oleh suaminya sejak Daya masih kecil. Kondisi lingkungan yang tidak selalu aman serta jarak yang jauh dari peradaban modern membuat ibunya sangat protektif sehingga Daya suka bertingkah aneh. Salah satunya, ia sering menelungkupkan tubuhnya ke tanah pasir, karena ia merasa bahwa pasir berbisik kepadanya.
Masih menurut travel.detik.com, fenomena pasir berbisik disebabkan karena pasir-pasir yang berterbangan ketika angin bertiup. Butiran-butiran pasir yang berterbangan tersebut terdengar seperti bisikan yang sampai ke telinga setiap orang yang melewatinya. Bentuknya juga bergelombang menyerupai ombak-ombak kecil.
Kami hanya berhenti sebentar di area ini, karena kami akan menuju ke area padang savana Bukit Teletubbies. Sebetulnya Bukit Teletubbies sangat hijau sebelum bulan September 2018, tetapi saat kedatangan kami arealnya agak gersang dan kebanyakan warna rumput berubah coklat. Hal ini disebabkan pada awal September 2018 terjadi kebakaran lahan sekitar 70 hektare di TNBTS pada hari Sabtu, 1 September 2018 hingga berhasil dipadamkan oleh petugas gabungan untuk pemadaman kebakaran lahan pada hari Selasa, 04 September 2018 (sumber: https://news.okezone.com/read/2018/09/06/519/1947100/70-hektare-lahan-terbakar-butuh-sebulan-untuk-gunung-bromo-kembali-pulih).
Akhirnya, perjalanan di TNBTS selesai pada pukul 09.00 WIB dan kami kembali ke penginapan untuk beristirahat sebelum melanjutkan wisata. Video amatir di TNBTS dapat dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=Z5NZ5elr3dg&t=5s
3. Museum Angkut
Karena kecapean akibat kurang istirahat, kami cukup lama beristirahat di penginapan. Kami mulai melanjutkan wisata sore hari, yaitu ke Museum Angkut yang jaraknya dari penginapan cukup dekat, yaitu di Jalan Sultan Agung, Ngaglik, Kecamatan Batu, Kota Batu. Tiket masuk Museum Angkut saat itu adalah sebesar Rp. 100 ribu per orang di luar tarif parkir kendaraan karena kami datang saat weekend dan masing-masing pengunjung yang membayar tiket masuk diberikan gelang kertas yang dipasang di tangan. Tujuannya agar pengelola museum mengetahui pengunjung museum yang telah melaksanakan kewajiban administrasi sebelum masuk ke museum.
Bersumber dari https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Angkut, Museum Angkut merupakan museum transportasi di kawasan seluas 3,8 hektare di lereng Gunung Panderman dan memiliki lebih dari 300 koleksi jenis angkutan tradisional hingga modern. Museum ini terbagi dalam beberapa zona yang didekorasi dengan setting landscape model bangunan dari benua Asia, Eropa hingga Amerika. Museum ini didirikan pada tanggal 9 Maret 2014 dan dikelola oleh Jawa Timur Park Group yang sebelumnya juga membangun Batu Secret Zoo, BNS, Eco Green Park, dan Museum Satwa.
Hampir tiga jam kami mengelilingi Museum Angkut karena begitu banyaknya koleksi, bahkan ada yang belum kami datangi. Kami perlu makan dan minum dulu sebelum melanjutkan wisata ke tempatl lain
4. Batu Flower Garden (BFG)
Hari berikutnya kami seharian berada di BFG, dari pagi sampai sore hari. Ini disebabkan kami memesan hampir semua spot foto, sekitar 17 spot. Sekitar 10 spot foto sudah termasuk paket, sisanya kami tambah. Saking banyaknya spot, sepertinya di sini akan kebanyakan foto khusus untuk wisata BFG, ha ha ha... Tp gak deh, sedikit saja dimasukkan ke sini karena sudah terlalu banyak foto yang diunggah.
Harga tiket masuk BFG sebesar Rp. 25 ribu per orang di luar tarif parkir kendaraan. Untuk mencapai BFG yang wilayahnya di daerah dataran tinggi, kami diantar menggunakan kendaraan roda dua dengan biaya Rp. 10 ribu per orang. Ini semua sudah termasuk paket tur kami.
Harga spot foto di BFG bervariasi antara Rp. 10 ribu s/d Rp 65 ribu. Untuk yang paling mahal merupakan wahana Motor ATV. Kami sempat mati gaya lho karena kebanyakan spot foto, bingung mau gaya gimana lagi untuk hasil yang berbeda, he he he. Ini dia sebagian foto-fotonya.
5. Batu Night Spectacular (BNS)
Setelah makan malam, rute selanjutnya adalah BNS yang merupakan area permainan modern. Di tempat ini pihak tur dan travel hanya membayar tiket masuk sebagai bagian dari paket yaitu Rp.40 ribu per orang untuk weekend di luar tarif parkir kendaraan, sementara untuk wahana di dalamnya tidak termasuk paket. Kami menyempatkan diri ke beberapa wahana karena sudah malam, yaitu rumah penyihir, berburu hantu, rumah kaca, rockin' tug (dayung berputar), mega mix, sepeda udara, kursi terbang, dan wahana gravitasi. Harga tiketnya bervariasi dari Rp. 10 ribu s/d Rp. 30 ribu per orang.
6. Coban Rondo
Hari keempat merupakan hari kepulangan kami ke tempat masing-masing. Berhubung jadwal pesawat kembali sore hari dan masih ada sisa lokasi paket yang belum didatangi karena lamanya kami di area BFG, yakni Coban Rondo serta Bukit Paralayang dan Taman Langit, kami tidak terlalu lama di area tersebut. Kami menuju Coban Rondo sekitar pukul 06.55 WIB dan tiba sekitar pukul 07.20 WIB. Seperti spot wisata lainnya, di kawasan Coban Rondo juga diisi oleh pedagang makanan dan minuman dengan tempat berjualan yang berderet rapi.
Harga tiket masuk ke Coban Rondo di saat weekend Rp.18 ribu di luar tarif parkir kendaraan.
Di Coban Rondo terdapat sebuah lempengan yang bertuliskan alasan penamaan air terjun ini disebut demikian yang berasal dari bahasa Jawa dan disebut Legenda Coban Rondo. Coban artinya air terjun dan Rondo artinya janda. Berdasarkan isi tulisan lempengan tersebut, dikisahkan bahwa penamaan itu berasal dari sepasang pengantin yang baru saja menikah, yaitu antara Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi dan Raden Baron Kusuma dari Gunung Anjasmoro. Setelah usia pernikahan mencapai 36 hari (selapan), Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmoro. Kedua orangtua Dewi Anjarwati melarang keduanya pergi karena baru melewati selapan, namun Dewi Anjarwati bersikeras untuk berangkat.
Dalam perjalanan, keduanya bertemu dengan Joko Lelono yang disebutkan tidak jelas asal-usulnya. Joko Lelono terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati dan berusaha merebut istri Raden Baron Kusuma tersebut. Perkelahian pun terjadi. Sebelum bertarung, Raden Baron Kusuma berpesan pada punokawan (teman) yang mernyertai mereka untuk menyembunyikan Dewi Anjarwati di suatu tempat yang ada air terjunnya (coban). Perkelahian tersebut berakhir mengenaskan, Raden Baron Kusuma dan Joko Lelono sama-sama tewas sehingga Dewi Anjarwati menjadi seorang janda (rondo). Sejak itu, coban tempat persembunyian Dewi Anjarwati disebut Coban Rondo. Batu besar di bawah air terjun konon merupakan tempat duduk sang putri.
Udara di Coban Rondo cukup dingin. Saat kami mencoba turun di bebatuan, suhu air sangat dingin seperti air es dan membekukan kaki.
Rute terakhir sebelum kembali ke daerah masing-masing adalah Bukit Paralayang dan Taman Langit. Rutenya agak mendaki. Rasanya dari hari pertama sampai hari keempat, Kota Batu memang dilalui dengan mendaki, hingga di jalan kawasan penginapan. Hal ini disebabkan Batu yang dikelilingi oleh pegunungan dengan jalan-jalan naik turun. Tempat ini disebut juga Taman Langit Gunung Banyak karena pemandangan saat kita menoleh ke kiri-kanan maupun depan-belakang adalah gunung-gunung. Harga tiket masuk Taman Langit sebesar Rp. 10 ribu per orang di luar tarif parkir kendaraan.
Cukup banyak spot foto di sini, dan di area paling tinggi terdapat sebuah rumah kayu yang disebut Omah Kayu. Omah artinya rumah.
Selesai sudah wisata Batu-Malang. Meskipun masih banyak tempat wisata yang belum didatangi di daerah ini, namun 7 (tujuh) tempat wisata tersebut sudah memberikan kepuasan tersendiri bagi saya :)
No comments:
Post a Comment