TUGAS MATA KULIAH
EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
(SEMESTER III ILMU EKONOMI, OKTOBERDESEMBER 2014)
Dosen: Dr. IRAWAN, M.Si
SOAL
Jelaskan
kaitan otonomi daerah dengan kajian terhadap sistem ekonomi dan sosial
pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan!
JAWAB
Permasalahan lingkungan
hidup mendapat perhatian yang besar hampir di semua Negara sekitar tahun
1970-an setelah diadakannya konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang
lingkungan hidup di Stockholm pada tanggal 05 Juni 1972 yang dikenal dengan
Konferensi Stockholm. Dalam konferensi Stockholm telah disetujui banyak
revolusi tentang lingkungan hidup yang digunakan sebagai landasan tindak
lanjut. Salah satu diantaranya adalah didirikannya bahan khusus dalam PBB yang bertugas
mengurus permasalahan lingkungan, yaitu United
Nations Envirommental Programme (UNEP) yang bermarkas di Nairobi, Kenya.
Sebelum diberlakukannya
otonomi daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129 Tahun 2000 yang
menjadi landasan pelaksanaan UU RI Nomor 22 Tahun 2009 yang diamandemen dengan
UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah pusat yang
berwenang secara mutlak mengelola sumberdaya alam se-Indonesia. Provinsi dan kabupaten/kota
tak mempunyai wewenang yang jelas karena semuanya diatur oleh pemerintah pusat.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pusat masih bersifat sektoral dan tidak
holistik, terpecah-pecah, dan ego sektoral masing-masing sektor sangat tinggi.
Pada era otonomi daerah
(pascareformasi tahun 1999-2004), telah ada berbagai perubahan kewenangan
bidang lingkungan yang terbagi menjadi lebih besar di kabupaten/kota
dibandingkan di tingkat nasional dan provinsi. Pemerintah pusat tidak lagi
menjadi pelaksana, tetapi sebagai penyusun kebijakan makro dan penetapan
berbagai norma, standar, kriteria, dan prosedur dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
Kendati wewenang
pengelolaan lingkungan hidup paling besar dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota,
tetapi gejala mengeksploitasi sumberdaya alam masih tetap ada. Ego sektoral
dengan cara memandang bahwa pembangunan ekonomi adalah segala-segalanya dan
mengabaikan faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan masih terjadi. Dengan masih
dilakukannya eksploitasi sumberdaya alam, bencana alam dan lingkungan terjadi
dimana-mana di seluruh Indonesia, misalnya banjir, longsor, dan kebakaran
hutan. Akibatnya, masyarakat benar-benar terpinggirkan dan tak diperhatikan
dalam pembangunan selama ini.
Situasi ini diperburuk
oleh keadaan dimana departemen hanya mengoordinasikan pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya alam sesuai visi sektornya masing-masing sehingga
terjadi tumpang tindih satu dengan yang lain, tidak ada koordinasi, tidak ada
harmonisasi, dan tidak ada koordinasi (Sumber: Dra. Lina Bratasida, MS, Otonomi
Daerah dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Prosiding Seminar dan
Lokakarya Regional Ornop Riau Mandiri, Smeru, Desember 2003).
Kondisi pemanfaatan
sumberdaya alam dan lingkungan pada era otonomi daerah secara lengkap tersaji
pada gambar di bawah ini:
Dari diagram di atas,
terjadi penurunan fungsi alam dan lingkungan (air tawar, laut, atmosfer, dan
lahan/tanah) karena eksplotasi besar-besaran. Permasalahan lingkungan yang
timbul berupa menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan, terjadinya
penyusunan sumberdaya alam dan lingkungan, permasalahan lingkungan buatan,
penerapan standar mutu lingkungan hidup yang masih lemah, masalah pemanfaatan
dan pengurasan sumberdaya alam (hutan, tanah, sumberdaya air, keanekaragaman
hayati, dan sumberdaya pesisir dan laut), terjadinya bencana alam, serta
pencemaran lingkungan. Kondisi di atas menimbulkan konflik sosial dan dan
ancaman kearifan lokal karena masyarakat yang semakin terpinggirkan.
Kondisi tersebut
berbanding terbalik dengan tujuan pembangunan terkait kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia. Belum optimalnya pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia ini disebabkan oleh:
a. Perangkat
hukum dan kebijakan nasional maupun daerah sudah ada, namun kesadaran dan
tanggung jawab para pengambil keputusan, pelaku pembangunan, dan masyarakat
masih kurang (implementasinya rendah).
b. Masih
terdapat jenis usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak besar
dan penting namun belum memiliki analisa dampak lingkungan (amdal) atau unit
pengelolaan lingkungan atau unit pemantauan lingkungan, sementara izin untuk
melakukan usaha dan/atau kegiatan tersebut sudah berjalan.
c. Terdapat
kasus orang yang mengimpor limbah dari luar wilayah Indonesia dengan cara yang
ilegal.
d. Adanya
kesulitan menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, karena juga tidak mudah
untuk menjamin bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan tidak melanggar baku mutu
dan kriteria baku kerusakan lingkungan.
e. Belum semua
orang mempergunakan haknya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Tidak semua
orang juga memerlukan dan memanfaatkan informasi lingkungan hidup.
g. Tidak semua
orang menyadari haknya untuk berperan dalam menyampaikan informasi dan/atau
menyampaikan laporan serta memberikan saran pendapat dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Indonesia harusnya menerapkan 5
(lima) pilar berkelanjutan dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yaitu ekonomi
(pertumbuhan), penegakan hukum, ekologi (aman dan lestari), sosial (stabil,
harmonis, dan sejahtera), dan kelembagaan lingkungan. Prinsip penting konsep
pembangunan berkelanjutan harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemerintah,
swasta, dan masyarakat karena pembangunan berkelanjutan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam dan lingkungan tak hanya untuk dinikmati saat ini tetapi juga
untuk keberlanjutan kehidupan generasi masa depan.
No comments:
Post a Comment