WELCOME TO MY BLOG

Welcome to my blog

Selamat datang di blogku. Kalau Anda punya
saran terhadap blog ini, silakan berkomentar di https://ellen-def.blogspot.com/, terima kasih.

Wednesday, 29 February 2012

Kampua/Bida, Uang Rakyat Indonesia Zaman Kerajaan Buton

Internet betul-betul gerbang pengetahuan (sisi positif nih...:). Selain bisa mengunduh berbagai macam aplikasi baik game, lagu, film, maupun peraturan perundang-undangan, dunia maya ini menyampaikan pengetahuan tak terhingga tentang sejarah (keren..). Disini saya mengkhususkan sejarah Indonesia tentang mata uang kertas yang beredar pada abad ke-19 di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kerajaan Buton, namanya Kampua atau Bida.
Uang Kampua/Bida dari Kerajaan Buton terbuat dari bahan katun, panjang 14 cm dan lebar 17 cm. Menurut legenda, uang ini diciptakan pertama kali oleh Ratu Buton yang memerintah sekitar abad ke-14, Bulawambona. Mata uang ini banyak digunakan pada masa pemerintahan Sultan Dayan pada abad ke-14. Pada awal pembuatannya, standar nilai tukar untuk satu bida (lembar) Kampua sama dengan satu butir telur ayam (berarti zaman tersebut satu butir telur ayam sangat berharga ya, sama nilainya dengan satu lembar Kampua).
Selain itu, menurut sumber yang saya baca, Kampua juga pernah diberlakukan penggunaannya di Bone, Sulawesi Selatan. Diduga Kampua/Bida merupakan uang tertua di Pulau Sulawesi. 
Di Kerajaan Buton, proses pembuatan Kampua/Bida terbilang unik, yaitu ditenun oleh putri-putri istana. Agar jumlah dan corak uang ini terkendali, maka bentuknya ditentukan oleh panitia yang dipimpin Menteri Besar Kerajaan yang disebut Bonto Ogena. Menteri besar ini berwenang mengawasi dan mencatat setiap lembar kain Kampua, baik yang telah ditenun maupun sudah dipotong-potong sesuai ukuran yang telah ditentukan. 
Pengawasan dilakukan oleh Bonto Ogena bertujuan agar tak timbul pemalsuan oleh pihak-pihak pemalsu pada zaman kerajaan tersebut. Caranya, motif dan corak Kampua selalu diubah hampir setiap tahun pembuatan.
Standar pemotongannya tak sembarangan, yaitu menggunakan tangan Bonto Ogena sendiri sebagai alat ukur dengan lebar empat jari dan sepanjang telapak tangan mulai dari tulang pergelangan hingga ujung jari tangan. 
Hukum Kerajaan Buton juga sangat ketat, jika ada yang ketahuan membuat atau memalsukan uang Kampua/Bida, vonisnya adalah hukuman mati dengan  cara dipancung. Cara unik inilah yang membuat pemalsuan sulit dilakukan (mantap.....)
Sayangnya (menurut sumber yang saya baca nih), informasi akurat dan lengkap tentang Kampua belum ditemukan. Hal tersebut disebabkan pencipta uang tersebut pertama kali masih disebut legenda.
Ratusan tahun kemudian,  sekitar tahun 1851, Belanda masuk wilayah Buton. Namanya penjajah, tentu saja uang lokal mulai disingkirkan, kalaupun digunakan nilainya anjlok. Alat tukar mulai digantikan oleh uang buatan Vereenigde Oostindiche Compagnie (VOC), yaitu perserikatan perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda. Rakyat Indonesia pada masa tersebut mengenalnya sebagai "Kompeni"  yang diambil dari istilah Compagnie, salah satu singkatan VOC.
Saking kurang dihargai oleh perusahaan tersebut , nilai tukar untuk 40 lembar Kampua ditetapkan sama dengan 10 sen tembaga uang terbitan VOC, praktisnya 1 sen tembaga VOC=4 Kampua (kynya mirip dengan nilai Rupiah Indonesia sekarang yang berada  pada kisaran Rp. 9.000,- per 1 USD, ckckckckck...... Moga ke depan nilai rupiah makin menguat). Meskipun demikian, rasa cinta terhadap produk dalam negeri lebih tinggi dari rasa sedih terhadap anjloknya nilai tukar Kampua. Uang ini masih digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan Buton hingga tahun 1940.
Saat ini, Kampua bisa dilihat jika kita berkunjung ke Museum Bank Indonesia di Jakarta dan Museum Mpu Tantular Surabaya.
Dari situs Bank Indonesia (www.bi.go.id), ini nih bentuk Kampua yang masih tersisa: 


Sumber:

No comments:

Post a Comment